ORGANISASI KURIKULUM

Organisasi Kurikulum

         Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorganisasikan kurikulum. Setidaknya terdapta enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu :

  1. Mata Pelajaran Terpisah (Isolated Subject); Kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama.
  2. Mata Pelajaran Berkorelasi (corelated curriculum); Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisah mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
  3. Bidang Studi (Broad field); Yaiut organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan "Core Subject", dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
  4. Program yang berpusat pada anak (Child centered); Yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
  5. Inti Masalah (Core Program); Yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya dibeirkan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
  6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
         Berdasarkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima (5) kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) Kelompok mata pelajaran Estetika; dan (5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Komponen KTSP
  1. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
  2. Struktur dan Muatan KTSP
  3. Kalender Pendidikan
  4. Silabus
  5. RPP
Prinsip Pengembangan KTSP
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
  2. Beragam dan terpadu
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
  5. Menyeluruh dan berkesinambungan
  6. Belajar sepanjang hayat
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
 Muatan/Struktur KTSP
  1. Mata pelajaran
  2. Muatan Lokal
  3. Kegiatan Pengembangan diri
  4. Pengaturan Beban Belajar
  5. Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan Kelulusan
  6. Pendidikan Kecakapan Hidup
  7. Pendidikan Berbasisi Keunggulan Lokal dan Global
Komponen Silabus
  1. Standar Kompetensi
  2. Kompetensi Dasar
  3. Materi Pokok/Pembelajaran
  4. Kegiatan Pembelajaran
  5. Indikator
  6. Penilaian
  7. Alokasi Waktu
  8. Sumber Belajar
Prinsip Pengembangan Silabus
  1. Ilmiah
  2. Relevan
  3. Sistematis
  4. Konsisten
  5. Memadai
  6. Aktual dan Konseptual
  7. Fleksibel
  8. Menyeluruh
Komponen RPP
  1. Tujuan Pembelajaran
  2. Materi Pembelajaran
  3. Metode Pembelajaran
  4. Sumber Belajar
  5. Penilaian Hasil Belajar
Format RPP
Nama Sekolah                                                 : ....................................................................................
Mata Pelajaran                                                : ....................................................................................
Kelas / Semester                                              : ....................................................................................
Pertemuan Ke                                                  : ....................................................................................
Alokasi Waktu                                                 : ....................................................................................
Standar Kompetensi                                        : ....................................................................................
Kompetensi Dasar                                           : ....................................................................................
Indikator                                                         : ....................................................................................
  1. Tujuan Pembelajaran                             : ....................................................................................
  2. Materi Pembelajaran                             : ....................................................................................
  3. Metode Pembelajaran                           : ....................................................................................
  4. Langkah-langkah Pembelajaran             : ....................................................................................
          Pertemuan Pertama
          a) Kegiatan Awal                                  : ....................................................................................
          b) Kegiatan Inti                                    : ....................................................................................
          c) Kegiatan Akhir                                 : ....................................................................................
     5. Alat / Bahan / Sumber belajar                : ....................................................................................
     6. Penilaian.                                              : ....................................................................................
       
READMORE
 

Laporan Proposal Penelitian Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah
Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru SD, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar. Guru SD adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di zaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru SD adalah setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya, namun masih sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluahan kekurangan waktu untuk mengajarkan semua.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvensional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya, hal ini mungkin disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan professional guru, dan sangat sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mulai diberlakukan di sekolah dasar pertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang leibh tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran PAI. Disamping itu kurikulum tingkat satuan pendidikan memberi kemudahan kepada guru dalam menyajikan pengalaman belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada 4 pilar pendidikan universial, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live toghether), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, di mulai dari rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak di temui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik bahkan cenderung membosankan sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar materi PAI. Rendahnya motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SDN 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa siswa kurang termotivasi belajar materi PAI, tentu guru perlu merefleksi diri untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidak berhasilan siswa dalam pelajaran PAI. Sebagai guru yang baik dan professional, permasalahan ini tentu perlu ditanggulangi dengan segera. Berdasarkan hal tersebut di atas, salah satu alternative yang bisa dilakukan dalam menumbuhkan motivasi belajar sisaw pada materi PAI yaitu dengan penerapan metode bermain dan cerita (BC) yang mana dalam dunia anak adalah dunia bermain. Bagi anak-anak kegaitan bermain selalu menyenangkan. Melalui kegaitan bermain ini, anak bisa mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Begitu juga dengan metode cerita apabila kita isi dengan materi pembelajaran maka akan cepat mudah dicerna atau difahami oleh peserta didik. Pengunaan metode bermain dan cerita (BC) ini diharapkan agar materi pelajaran PAI dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang menatakan baha salah satu cara menggerakan motiasi belajar adalah dengan mencipatakan kondisi belajar yang menyenangkan.[1]
Motivasi dapat juga di katakana serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bial ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu, jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar yaitu dengan cara bermain dan cerita, tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.[2]
Kemudian dalam hubunganya dengan kegiatan belajar, yang penting bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa itu melakukan aktifitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting. Bagaimana guru melakukan usaha-usaha untuk dpat menumbuhkan danmembeikan motivasi agar anak melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula. Dalam hal ini perlu di tegaskan bahwa motivasi tidak pernah di katakana baik, apabila tujuan yang diinginkan juga tidak baik. Memberikan motivasi kepada seorang siswa, berarti menggerakan siswa untuk melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan si subjek belajar merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar.[3]
Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsic maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembankan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melkukan kegiatan belajar. Dalam kaitan itu perlu di ketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan dan memberiki motivasi adalah bermacam-macam. Hal ini guru harus berhati-hati dalam menumbuhkan dan member motivasi bagi kegiatan belajar para anak didik. Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.[4]
Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak yang lain, bertingkah  laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perubahan ada konsekuensinya.[5]
Sesuai dengan manfaat penggunaan metode bercerita bagi anak SD yang telah dikemukakan, kegiatan bercerita merupakan salah satu cara yang ditempuh guru untuk member pengalaman belajar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui cerita anak menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang syarat informasi atau nilai-nilai itu dihayati anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita guru yang bertujuan untuk memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai  social, moral, dan keagamaan, pemberin informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan social.[6]
Oleh karena itu, sangat penting dilakukan untuk mengadakan penelitian yang berhubungan dengan metode bermain dan cerita (BC). Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti penerapan metode bermain dan cerita (BC) dengan judul “Implementasi Metode Bermain dan Cerita (BC) untuk Meningkatkan Motivasi Belajar PAI Siswa Kelas II di SD Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin”.

1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1)      Bagaimana implementasi metode bermain dan cerita (BC) dalam meningkatkan motivasi belajar PAI siswa kelas II di SD Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin?
2)      Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penerapan metode bermain dan cerita (BC) dalam meningkatkan motivasi belajar PAI siswa kelas II di SD Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin?

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
  1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1)      Untuk mengetahui penerapan metode bermain dan cerita (BC) dalam meningkatkan motivasi belajar PAI siswa kelas II di SD Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin.
2)      Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat penerapan metode bermain dan cerita (BC) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas II di SD Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin
  1. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak
1)      Bagi lembaga pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran pengetahuan, informasi dan sekaligus referensi yang berupa bacaan ilmiah.
2)      Bagi pengembangan khazanah ilmu, penelitian ini dapat memberikan infomasi tentang implementasi metode bermain dan cerita (BC) untuk meningkatkan motivasi belajar PAI yang telah dilaksanakan dan dapat dijadikan bagi peneliti selanjutnya.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1.      Jenis Penelitian
Dalam penulisan praktek penelitian ini, jenis penelitiannya ialah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian.[7] Sedangkan penelitian yang dilakukan adalah penelitian mendalam (indepth study) mengenai suatu unit social sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut.[8]
2.2.      Jenis dan Sumber Data
a.      Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif yaitu data hasil penelitian yang terkait dengan motivasi belajar PAI siswa kelas II di SD Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin.
b.     Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri 2 macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer siswa dan guru PAI di SD Negeri 3 Sekayu. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah dewan guru (pada umumnya), Kepala Sekolah dan Karyawan SD Negeri 3 Sekayu.
2.3.      Populasi dan Sempel
Yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sumber data. Dan yang dimaksud dengan sempel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, sampel di sini meliputi : Siswa Kelas II SD Negeri 3 Sekayu yang berjumlah 34 siswa dan guru Pendidikan Agama Islam yang berjumlah 2 Guru.
2.4.      Teknik Pengumpulan Data
a.      Teknik Observasi
Observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengamati langsung terhadap objeknya. Metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan melihat sarana dan prasarana yang dimiliki.
b.      Teknik Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis ataupun gambar-gambar yang ada (telah dibuat/telah disusun) oleh seseorang atau lembaga. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan geografis, struktur organisasi, keadaan guru, dan siswa.

c.      Metode Wawancara
Wawancara adlah suatu cara pengumpulan data yang dilakukan secara tatap muka. Penelitian mengajukan pertanyaan dan orang yang diwawancarai memberikan jawaban secara lisan pula. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dari guru bidang Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) tentang motivasi belajr siswa di kelas II SD Negeri 3 Sekayu.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.      Latar Belakang Sekolah
SD Negeri 3 Sekayu dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 1950, SD ini terletak di tengah – tengah kota Sekayu tepatnya di Kabupaten Musi Banyuasin. Jarak antara SD Negeri 3 Sekayu dengan Kantor Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin sekitar ±200 m, sedangkan jarak antara SD Negeri 3 Sekayu dengan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Musi Banyuasin ± 200 m.
Pada SD Negeri 3 memiliki Akreditasi C dengan nilai 57,95, yang dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Sekolah Kabupaten Musi Banyuasin, namun semakin majunya kegiatan proses belajar mengajar di SD Negeri 3 Sekayu meningkat dan dengan kerja keras seluruh dewan guru, maka Akreditasi sekolah meningkat pula menjadi A yang telah dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Sekolah Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 27 November 2008
SD Negeri 3 Sekayu saat ini memiliki pegawai yang terdiri dari tenaga Pengajar Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 17 orang dan tenaga honorer 3 orang. Sedangkan penjaga sekolah 2 orang

3.2.      Tujuan
Untuk mengetahui kegiatan proses belajar mengajar di SD Negeri 3 Sekayu.

3.3.      Manfaat
a.         Sebagai bahan masukan bagi SD Negeri/swasta yang berada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin.
b.        Sebagai masukan bagi institusi yakni Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan Kecamatan Sekayu.

Visi SDN 3 Sekayu

“ Terdepan dalam prestasi,
Mandiri dalam peningkatan mutu pendidikan dan
Mengutamakan praktek Keagamaan “


Misi SDN 3 Sekayu


Untuk mendukung Visi tersebut maka telah dirumuskan Misi SDN 3 Sekayu sebagai berikut  :
1.         Mewujudkan kompetisi yang sehat, sportif, adil dan transparan.
2.         Meningkatkan kualitas dan kuantitas guru sehingga dapat mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi dengan jumlah yang memadai.
3.         Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa dengan menyediakan waktu yang semaksimal mungkin untuk belajar.
4.         Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan di SDN 3 Sekayu.
5.         Memperbanyak kesempatan praktek keagamaan.
6.         Meningkatkan kesadaran dalam menjaga lingkungan sekolah
Sumber : Data Sekolah SD Negeri 3 Sekayu

3.4.      Motivasi Belajar
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi Ektrinsik.
1)   Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
2)   Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru.
Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar

3.5.      Metode Bermain dan Cerita
a.      Metode Bermain
Menurut Dra. Moeslichatoen penggunaan metode bermain merupakan salah satu penerapan yang digunakan oleh para guru untuk memotivasi belajar siswa, karena metode bermain merupakan bagian dari strategi kegiatan, metode ini dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Adaupun bermain di sekolah dapat dibedakan menjadi bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan bimbingan yang diarahkan dalam bermain bebas dapat diartikan suatu kegiatan bermain dimana anak mendapat kesempatan melakukan berbagai pilihan alat dan mereka dapat memilih bagaimana menggunakan alat-alat tersebut, bermain dengan bimbingan, guru memilih alat permainan dan diharapkan anak-anak dapat memilih guna menemukan suatu konsep (pengertian) tertentu. Dalam bermain yang diarahkan, guru mengajarkan bagaimana cara bermain sesuatu yang diarahkan ke dalam pembelajaran yang tidak jauh-jauh dari belajar PAI.
Dengan metode ini anak akan memiliki daya ingat yang lebih. Menurut pendidik dan para ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cerminan pertumbuhan anak. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri sendiri, melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan. Fathuk Bab Abdul Halim Sayyid menyatakan bahwa bermain merupakan sarana untuk belajar mengembangkan akal dan fisik secara bersamaan. Bermain adalah seni dan ilmu, dengan menerapkan metode bermain dan cerita peserta didik akan termotivasi untuk terus belajar.
Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakannya untuk kegiatan itu sendiri yang lebih ditekankan pada caranya dari pada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu, kegiatan bermain tidak dilaksanakan serius dan fleksibel.
Di dalam kegiatan penelitian kali ini penulis akan menerangkan bagaimana metode bermain dan cerita yang dilakukan di SD Negeri 3 Sekayu, yang penulis dapatkan dari narasumber yang mengajar di lokasi tempat penelitian dilakukan.
Dari data yang penulis dapatkan, guru PAI yang ada di SD Negeri 3 Sekayu melakukan metode bermain dan cerita (BC) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa di kelas II. Pendidik menggunakan sarana taman yang berada di lingkungan sekolah dalam menerapkan pemberian materi dengan metode bermain. Sedangkan dalam pemberian materi pengajaran dengan metode cerita pendidik memgunakan media buku dan ceramah.
b.     Metode Cerita
Menurut Abu Ahmadi dan Zul Ardian, berpendapat bahwa bahan cerita yang baik dan terpilih berguna sekali untuk pembentukan budi pekerti anak. Dongeng atau cerita daoat dijadikan pilihan sebagai media pendekatan dalam pendidikan nilai-nilai ajaran Islam.
Bagi kalangan keluarga muslim tema cerita (dongeng) yang diplih tidak hanya karena segi daya nilai-nilai ajaran Islam. Kini memang tugas guru untuk bisa mengidangkan dongeng agamis pada anak didiknya dalam upaya menenggelamkan pengaruh dongeng yang temanya tidak baik dan dapat merusak akidah dan akhlak anak didik, serta yang dapat memotivasi belajar PAI.[9]
Kegiatan bercerita bisa memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan. Melalui mendengarkan anak memperoleh bermacam-macam informasi tentang pengetahuan, nilai, dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai agama yang dapat ditanamkan pada anak Sekolah Dasar (SD) yakni dimana sebuah cerita tersebut akan menjadi sangat bernilai apabila guru mampu mengaitkan materi pendidikan agama islam di dalamnya, sehingga siswa tidak hanya mendengar materi cerita tetapi mereka juga akan lebih banyak mengenal tentang pelajaran pendidikan agama Islam yang dikemas dalam metode cerita. Jadi konsep-konsep metode cerita di atas dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya metode cerita kepada anak sangatlah membantu guru dalam memotivasi belajar siswa melalui cerita yang tidak jauh dari kegiatan belajar PAI.[10]

BAB IV
SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan di SD Negeri 3 Sekayu dalam meningkatkan motivasi belajar PAI Kelas II ini dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan metode Bermain dan Cerita (BC) kepada anak usia dini sangat membantu guru dalam memotivasi belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA
 

Dwi Sunar Prasetyono, Membedah Psikologi Bermain Anak. (Yogyakarta : Think, 2007)
Sardiman A.M, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Tahun 2001)
Dra. Moeslichatoen R. M.Pd. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. (Jakarta: Tahun 2004)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004).
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999)
J. Abdullah, Memilih Dongeng Islam Pada Anak, (Jakarta : Amsah, 1997)

Lampiran 1
Gambar Kegiatan Penelitian


LAPORAN PENELITIAN PENDIDIKAN
 

IMPLEMENTASI METODE BERMAIN DAN CERITA (BC) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PAI SISWA KELAS II DI SD NEGERI 3 SEKAYU KABUPATEN MUSI BANYUASIN







Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas individu
Pada mata kuliah Praktek Penelitian Pendidikan


Oleh :
AHMAD NAJMUDIN
NIM : 111410032

Jurusan Pendidikan Agama Islam



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM RAHMANIYAH
SEKAYU
2013


[1] Dwi Sunar Prasetyono, Membedah Psikologi Bermain Anak. (Yogyakarta : Think, 2007)
[2] Sardiman A.M, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Tahun 2001), hal.75
[3] Ibid hla. 77
[4] Ibid. hal 91
[5] Dra. Moeslichatoen R. M.Pd. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. (Jakarta: Tahun 2004), hal. 32
[6] Ibid. Moeslichatoen. Hal 170.
[7] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004). Hal 6
[8] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999). Hal 8
[9] J. Abdullah, Memilih Dongeng Islam Pada Anak, (Jakarta : Amsah, 1997)
[10] Ibid, Moeslichatoen hal.168
READMORE
 

Tugas Bahasa Inggris

 Bagi kawan-kawan yang mau minta terjemahannya ada di bawah sini semoga bermanfaat


SELF-RESPECT

BY B A HARRIS


Self-respect is the realization of one’s worth as a human being. When people recognize their worth, they realize who they are and what they are able to accomplish in life. They learn to respect their own ideals, principles, and beliefs as well as the principles and the beliefs of others. Students are at a point in life when they may or may not develop self-resect and gain respect from others.

Students to veal sell respect or lack of it in how they feel about themselves and act at school. How well students succeed at school may depend on whether or not they have self-respect.

Take disrespectful students, for instance. When one speaks of self-respect, it is hard not to think of self-worth because if students are very disrespectful, they normally do not consider themselves “worthy” of anything. Perhaps their attempts to achieve self-respect fail because they cannot develop worthy principles or accomplish mutual respect with their classmates and teachers as well as some of their other classmates can. Finally, because these disrespectful students begin to feel inadequate and become jealous of others who have succeeded in gaining self-respect, they substitute the lack of self-respect for a feeling of disrespect, a feeling of unworthiness, and a feeling of hale for respect. This disrespect and feeling of unworthiness is easily reflected in an “I-could-care-less” attitude toward schoolwork, town hers, and classmates. Since these students lack self-respect, their “worth” an human beings decreases, and they may be labeled as “problems” in school. Because theses students have bad reputations, their self-esteem suffers, and they begin to feel like they cannot do anything right. This negative attitude ultimately affects their academic performance and, thus, their future.

Once, I saw a similar degrading of attitude in a bored student in an English class. After a few vain attempts to master the grammar rules and use interesting vocabulary, “Tammy” became jealous of those of us in class who had the talents and tools to achieve success with the language. In order to make up for her feelings of inadequacy. Tammy substituted in place of her success with grammar, an “ actual “hate” for English, which eventually caused the quality of her work to become worse rather than better. Our professor and her peer reviewers told her that her papers had lack of support frequent misspellings, and sentence-level problems. We were surprised to hear that Tammy thought the professor and peer reviewers were just picking on her. She did not trust anyone to help her with her writing. In fact, she complained openly about the peer reviews and said they did not help her, even when the professor gave the same advice. Instead of striving to do better, Tammy started to skip class. Because she was not keeping up with the assignments, she failed the class. This story shows how a lack of self-respect can lead to disrespect and eventually failure.

On the other hand, students who have learned to achieve respect for themselves feel and behave differently from students who lack self-respect. Students with self-respect are not apt to substitute their self-respect for any feeling of inadequacy or unworthiness because they have already discovered their capabilities, self their goals, and commenced to work hard to achieve those goals. As each goal is achieved, whether it be studying to be on the honor roll or striving to be better soccer players, the students reaching their goals discover an unlimited amount of satisfaction. They have no time to feel inadequate or unworthy, because self-respect has given them the satisfaction of knowing that they are capable of reaching their goals and developing their worth as a human being.

For example, in the same English class mentioned earlier, there was a student named “Steve” He was not a strong student at the beginning of the semester, but he attended all of the classes and did all of the work. Whenever he made a mistake, he learned from it and did not repeat the error. Furthermore, he did not feel picked on when the professor explained where his problems were because he realized from the professors and peer reviewers that he was doing well in some areas. He decided that he could do better than “C” work, so he set a goal to increase his scores one half a grade with each draft. Because he applied himself, he saw his scores increase with each assignment, and he eventually made an “A” on the last paper. Steve respected himself enough to have faith in his ability to make progress with his writing and celebrate his “A”.

Steve’s story shows us that as students work to develop self-worth, they do so not only with respect to themselves but with respect and consideration to all those they work with; not just their professors but also classmates. In this way, they are strengthening their own self-respect and gaining others respect in return. If Tammy had possibly worked as hard as Steve had to develop her own self-respect and had been more considerate to others, she would have eventually gained our respect. More importantly, if she had put a little more effort forward, she would have eventually mastered the composition skills and begun to improve her grades like Steve had.

In conclusion, the lack of self-respect can lead to failure. However, if students have a positive attitude about their studies and develop good relationships with people, they will eventually gain others respect and realize their own “worth” and self-respect with people, they will enable them to succeed in their academic studies. [919 words] (Adapted with permission, B, A. Harris, American)




DIRI

OLEH B A HARRIS


S

elf-menghormati adalah realisasi seseorang layak sebagai manusia. Ketika orang menyadari nilai mereka, mereka menyadari siapa mereka dan apa yang mereka mampu capai dalam hidup. Mereka belajar untuk menghargai cita-cita mereka sendiri, prinsip, dan keyakinan serta prinsip-prinsip dan keyakinan orang lain. Siswa berada pada titik dalam hidup ketika mereka mungkin atau tidak dapat mengembangkan diri direseksi dan mendapatkan rasa hormat dari orang lain.

Siswa untuk menghormati sapi menjual atau kurangnya itu dalam apa yang mereka rasakan tentang diri mereka sendiri dan bertindak di sekolah. Seberapa baik siswa berhasil di sekolah mungkin tergantung pada apakah atau tidak mereka memiliki kehormatan diri.

Misalnya, Ambil siswa tidak sopan. Ketika seseorang berbicara tentang kehormatan diri, sulit untuk tidak memikirkan diri karena jika siswa sangat tidak sopan, mereka biasanya tidak menganggap diri mereka "layak" apa-apa. Mungkin usaha mereka untuk mencapai kehormatan diri gagal karena mereka tidak bisa mengembangkan prinsip-prinsip layak atau mencapai saling menghormati dengan teman sekelas dan guru serta beberapa teman sekelas mereka yang lain bisa. Akhirnya, karena siswa tidak hormat mulai merasa tidak mampu dan menjadi iri pada orang lain yang telah berhasil meraih penghargaan diri, mereka mengganti kekurangan diri-menghormati perasaan hormat, perasaan tidak berharga, dan perasaan sehat untuk menghormati . Ini tidak hormat dan perasaan tidak berharga mudah tercermin dalam sikap "I-bisa-perawatan-kurang" terhadap sekolah, miliknya kota, dan teman sekelas. Karena siswa kurang menghargai diri sendiri, "nilai" mereka yang manusia menurun, dan mereka dapat diberi label sebagai "masalah" di sekolah. Karena tesis mahasiswa memiliki reputasi yang buruk, harga diri mereka menderita, dan mereka mulai merasa seperti mereka tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar. Sikap negatif pada akhirnya mempengaruhi kinerja akademis mereka dan, dengan demikian, masa depan mereka.

Sekali, saya melihat merendahkan serupa sikap seorang mahasiswa bosan di kelas bahasa Inggris. Setelah upaya sia-sia untuk menguasai beberapa aturan tata bahasa dan menggunakan kosakata yang menarik, "Tammy" menjadi cemburu bagi kita di kelas yang memiliki bakat dan alat untuk mencapai keberhasilan dengan bahasa. Dalam rangka untuk menebus perasaan tidak mampu. Tammy diganti di tempat kesuksesannya dengan tata bahasa, yang "sebenarnya" benci "untuk bahasa Inggris, yang akhirnya menyebabkan kualitas pekerjaannya menjadi lebih buruk daripada baik. Profesor dan peer reviewer nya mengatakan bahwa surat-suratnya telah kurangnya dukungan salah eja sering, dan kalimat-tingkat masalah. Kami terkejut mendengar bahwa Tammy pikir profesor dan peer reviewer hanya memilih pada dirinya. Dia tidak percaya siapa pun untuk membantu dia dengan tulisannya. Bahkan, dia mengeluh secara terbuka tentang peer review dan mengatakan mereka tidak membantunya, bahkan ketika profesor memberikan saran yang sama. Alih-alih berusaha untuk berbuat lebih baik, Tammy mulai melewatkan kelas. Karena dia tidak menjaga dengan tugas, ia gagal kelas. Cerita ini menunjukkan bagaimana kurangnya harga diri dapat menyebabkan hormat dan akhirnya gagal.

Di sisi lain, siswa yang telah belajar untuk mencapai rasa hormat untuk diri mereka sendiri merasa dan berperilaku berbeda dari siswa yang kurang menghormati diri sendiri. Siswa dengan kehormatan diri yang tidak tepat untuk menggantikan diri mereka untuk setiap perasaan tidak mampu atau tidak layak karena mereka telah menemukan kemampuan mereka, menghitung sendiri tujuan mereka, dan mulai bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Seperti setiap tujuan tercapai, apakah itu belajar untuk berada di roll kehormatan atau berjuang untuk menjadi pemain sepak bola yang lebih baik, para siswa mencapai tujuan mereka menemukan jumlah yang tidak terbatas kepuasan. Mereka tidak punya waktu untuk merasa tidak mampu atau tidak layak, karena kehormatan diri telah memberi mereka kepuasan mengetahui bahwa mereka mampu mencapai tujuan mereka dan mengembangkan nilai mereka sebagai manusia.

Misalnya, di kelas bahasa Inggris yang sama disebutkan sebelumnya, ada seorang mahasiswa yang bernama "Steve" Dia bukan seorang mahasiswa yang kuat pada awal semester, tetapi ia menghadiri semua kelas dan melakukan semua pekerjaan. Setiap kali dia melakukan kesalahan, ia belajar dari itu dan tidak mengulangi kesalahan. Selain itu, ia tidak merasa memilih pada saat profesor menjelaskan di mana masalahnya adalah karena dia menyadari dari profesor dan peer reviewer bahwa ia melakukan dengan baik di beberapa daerah. Dia memutuskan bahwa dia bisa melakukan pekerjaan lebih baik daripada "C", sehingga ia menetapkan tujuan untuk meningkatkan skor nya satu setengah kelas dengan rancangan masing-masing. Karena ia diterapkan dirinya, ia melihat skornya meningkat dengan tugas masing-masing, dan akhirnya ia membuat "A" pada kertas terakhir. Steve menghormati dirinya cukup untuk memiliki iman dalam kemampuannya untuk membuat kemajuan dengan tulisannya dan merayakan nya "A".

Kisah Steve menunjukkan kepada kita bahwa sebagai siswa bekerja untuk mengembangkan diri, mereka melakukannya tidak hanya berkenaan dengan diri mereka sendiri tetapi dengan rasa hormat dan pertimbangan kepada semua orang yang mereka bekerja dengan, bukan hanya profesor mereka tetapi juga teman sekelas. Dengan cara ini, mereka memperkuat diri mereka sendiri-menghormati dan mendapatkan rasa hormat orang lain sebagai balasannya. Jika Tammy mungkin bekerja sekeras Steve harus mengembangkan sendiri diri dan telah lebih perhatian kepada orang lain, ia akan memiliki akhirnya dihormati kami. Lebih penting lagi, jika dia telah menempatkan lebih banyak usaha ke depan, dia akan akhirnya menguasai keterampilan komposisi dan mulai meningkatkan nilai-nilainya seperti Steve punya.

Dalam kesimpulan, kurangnya harga diri dapat menyebabkan kegagalan. Namun, jika siswa memiliki sikap positif tentang studi mereka dan mengembangkan hubungan baik dengan orang-orang, mereka akhirnya akan mendapatkan rasa hormat orang lain dan menyadari mereka sendiri "layak" dan harga diri dengan orang-orang, mereka akan memungkinkan mereka untuk berhasil dalam studi akademis mereka. [919 kata] (Diadaptasi dengan izin, B, A. Harris, Amerika)

READMORE